PERKEMBANGAN SOSIOEMOSIONAL
Emosi adalah
perasaan atau afek yang terjadi ketika seseorang berada dalam keadaan atau
interaksi yang penting, khususnya untuk kesejahteraannya (Santrock, 2011).
Keberadaan emosi sangat berarti bagi kehidupan, emosi adalah pewarna dalam
hidup yang membuat manusia dapat merasakan kehidupan dengan segala macam afek
yang dirsakan oleh dirinya sendiri. emosi itu sendiri berbeda dengan tempramen,
perbedaannya adalah bahwa emosi merupakan persaan yang dialami oleh orang itu
sendiri, sedangkan tempraen itu lebih pada kecepatan seseorang dalam
menunjukkan emosinya.
Beberapa
psikolog membagi emosi menjadi dua bentuk, yaitu:
a. Emosi
positif; emosi ini menunjukkan pada hal-hal yang positif, seperti bahagia,
senang, dan sebagainya.
b. Emosi
negatif; emosi ini menunjukkan pada hal-hal yang negative, seperti marah,
kesal, dan sebagainya.
Adapun
perkembangan sosio-emosional pada tiap-tiap tahapan perkembangan adalah sebagai
berikut:
a. Infancy
Pada tahap ini
seorang anak belum memiliki kematangan emosi, namun pada tahap ini sebenarnya
seorang anak sudah memiliki dasar emosi yang cukup sebagai bekal
perkembangannya. Hal tersebut dapat ditinjau dari cara dia menginteraksikan
sesuatu dengan tangisan.
Adapun
orientasi social yang ditunjukkan pada tahap ini yaitu (a) face to face play (2
sampai 3 bulan) dengan adanya suara, sentuhan, dan gesture, (b) imitasi dan
reciprocal play, yaitu dengan adanya cooperative task dan scaffolding.
Selain itu,
pada tahap ini juga terdapat social referencing, yang terjadi pada usia 8
sampai9 bulan, pada tahap ini anak akan mulai mencari informasi mngenai
perasaan orang lain yang dapat membantu menjelaskan situasi yang kurang
meyakinkan. Dengan adanya pencarian informasi terhadap orang lain tersebut,
anak akan terus mengembangkan kemampuan emosinya dan juga cara
bersosialiasinya.
Kemudian pada
usia 10 sampai 11 bulan, anak akan mencoba lebih intens terhadap hal-hal yang
disukai dan menarik perhatiannya. Dengan hal itu semua, anak akan dapat
mengembangkan kemampuan kasarnya serta membantunya untuk mencari motivasi dan
mengeksplorasi lebih dalam lagi.
b. Early
Childhood
Pada tahap ini,
seorang anak telah mampu merasakan reaksi emosional orang lain dan mampu
mengontrol emosi sendiri. anak sudah dapat memahami apa yang dia rasakannya
pada situasi tertentu dan jug dapat memahami perasaan yang dirasakan oleh orang
lain pada situasi tertentu pula.pada tahap ini, seorang anak pun sudah
memiliki expressing emotions yaitu
dengan memiliki harga diri dan perasaan merasa bersalah. Pada tahap ini pun,
anak sudah memiliki understanding emotions yang cukup meningkat cepat.
Pada usia 2
sampai 4 tahun, seorang anak sudah mampu mengungkapkan emosinya dengan baik
pada situasi yang tepat. Hingga pada usia 4 sampai 5 tahun, anak akan mampu membayangkan
emosi, baik yang dirasakan oleh dirinya sendiri maupun yang dirsakan oleh orang
lain.
Sedangkan
kemampuan meregulasi emosi pada tahap ini akan dilakukan cara, yaitu (1)
Emotion-coaching & emotion-dismissing parents; (2) regulation of emotion and
peer relations.
Pada tahap ini,
anak pun akan menghadapi berbagai tantangan untuk memilih dari pilihan-pilihan
dari media yang mulai dikenal oleh anak. Media memang dinilai penting untuk
mendapatkan suatu informasi dan pembelajaran, khususnya bagi anak-anak, namun
bahaya media pun cukup mengancam karena tidak setiap media berisi hal-hal yang
positif.
Pada masa ini
anak sudah dapat bergaul dengan teman sebayanya (peers), namun hal itu pun
dipengaruhi oleh adanya peranan orang tua, dimulai dari gaya hidup orang tua,
serta kelekatan orang tua terhadap anaknya. Selain itu, pada tahap ini seorang
anak sudah dapat memahami akan dirinya sendiri dan diri orang lain.
Pada tahap ini
juga seorang anak akan mulai mengerti dan memahami tentang gender, mulai dari
identitas gender, peran gender, dan tipe gender.
c. Middle-late
Childhood
Pada tahap ini,
pengertian pada emosional akan sangat meningkat, sehingga anak akan lebih peka,
berempati dengan mendalam dan mampu bertenggang rasa, dalam artian ia sudah
dapat memahami apa yang dirasakan (emosi) seseorang pada situasi tertentu.
Tidak hanya itu, pemahaman anak ini juga meliputi pemahamannya bahwa ada lebih
dari satu emosi pada satu situasi, dan anak pun dapat merasakan emosi tersebut.
Selain itu,
anak pun mengalami peningkatan kesadaran bahwa suatu peristiwa dapat
menghasilkan emosi tertentu, mampu mendorong emosi tertentu. Anak pun mampu
meregulasi emosinya dengan menggunakan strategi untuk mengalihkan perasaan.
Adapun strategi
anak ada masa ini untuk mengatasi stress, yaitu dengan cara menjauh dari sumber
stress itu sendiri, mengubah persepsi terhadap sumber stress, ataupun
mengintensifikasi emosi yang ditimbulkan oleh sumber stress.
Pada tahap ini
anak sudah memperhatikan statusnya di lingkungan teman sebayanya, dan sudah
mulai berpikir tentang rasa malu, harga diri dan lain sebagainya. Adapun status
dalam lingkungan peers pada tahap ini yaitu popular children, average children,
neglected children, rejected children, dan controversional children.
Dalam
perkembangan sosio-emosional juga terdapat proses kognisi yang biasa dikenal
sebagai kognisi sosial. Kognisi social adalah studi bagaimana manusia memproses
informasi sosial, khususnya encoding, penyimpanan, retrieval dan penerapan pada
situasi sosial seperti penafsiran anak agresif terhadap pertemuan dengan orang
lain sebagai permusuhan dan persepsi teman sekelasnya terhadap perilakunya
sebagai tidak pantas (Prinstein & others, 2009). Sedangkan kognisi sosial
anak-anak tentang rekan-rekan mereka menjadi semakin penting untuk memahami
peer relationship terjadi pada masa anak-anak tengah dan akhir. Yang menarik
adalah cara dimana anak-anak memproses informasi tentang hubungan teman sebaya
dan pengetahuan sosial yang telah mereka ketahui.
Menurut Kenneth
Dodge (1983) anak-anak melalui lima langkah dalam memproses informasi mengenai
dunia sosialnya. Dia menguraikannya sebagai berikut (a) isyarat sosial, (b)
menafsirkannya, (c) mencari respon, (d) memilih respon yang optimal dan (e)
memainkan peran.
Selain terdapat
fungsi dari teman sebaya, teman pun memiliki beberapa fungsi, yaitu
companionship, stimulation, physical support, ego support, social comparison,
intimacy affection. Fungsi-fungsi teman tersebut sangat membantu seirang
individu dalam mengembangkan sosio-emosionalnya.
Akan tetapi,
hubungan pada teman sebaya juga tidak selalu akan berjalan seperti yang
diinginkan. Seringkali di dalam hubungan tersebut terdapat bullying. Bullying
sendiri mempunyai dua komponen utama yaitu tindakan berbahaya yang berulang dan
ketidakseimbangan kekuatan. Itu termasuk penyerangan berulang secara fisik,
verbal, maupun psikologis atau intimidasi langsung terhadap korban yang tidak
dapat membela dirinya secara tepat karena ukuran atau kekuatan, atau karena
korban kalah jumlah atau kurang tangguh secara psikologis.
Bullying ini
berbeda dengan tindakan agresif, yang membedakannya adalah bahwa tindakan
bullying itu sifatnya berulang-ulang, dan terjadi karena ketidak berdayaan dari
korban yang dibully.
Pada tahap ini,
seorang anak akan semakin spesifik mengenali persoalan gender. Dia akan
mengenal stereotip dari gender, klasifikasi peran pada gender, konteks gender,
serta perbedaan dan persamaan gender.
d. Adolescence
Pada tahap ini,
individu yang sudah remaja akan mengalami banyak peningkatan dan
perubahan-perubahan, termasuk di dalamnya pada perkembangan emosionalnya.
Hal-hal yang akan dialami pada tahap ini antara lain storm and stress,
maturity, self-esteem, narsisme, dan identity.
Pada masa
remaja ini, akan banyak sekali pemikiran-pemikiran serta permasalahan yang
muncul dan harus dihadapi, kelabilan dari masa ini juga dapat memperburuk
keadaan. Akan tetapi, pada masa ini juga seorang remaja dituntut untuk menjadi
lebih dewasa, dengan memiliki self-esteem yang tinggi serta pencarian identitas.
Hal tersebut dipengaruhi oleh keluarga dan juga oleh teman-teman sebayanya,
serta lingkungan luar lainnya seperti budaya, dan juga media.
Remaja akan
banyak menemukan banyak masalah, mulai dari kenakalan remaja dengan seringnya
melanggar hokum dan melakukan perilaku yang tidak sesuai dengan norma. Ada pula
depresi yang biasa terjadi pada usia 15 tahun, yang diakibatkan oleh banyak
faktor diantaranya kondisi keluarga, ekonomi, konflik dan lain sebagainya.
Selain itu, pada tahap ini juga remaja memiliki kemungkinan besar untuk
melakukan bunuh, karena masalah yang dihadapi kadang tidak sesuai dengan
kedewasaan dan kemampuan yang dimiliki.
Pada masa ini
hubungan dengan kelompok menjadi lebih kecil dan lebih intim lagi. Seperti
teori Erikson, pada tahap ini individu akan menginginkan suatu keintiman dalam
berhubungan. Hubungan keintiman ini pun terdapat pilihan, hubungan yang dijalin
dapat dengan orang yang seumuran, yang lebih muda, ataupun yang lebih tua.
Pada tahap ini,
peers atau teman sebaya memiliki pengaruh yang semakin kuat, individu akan
semakin didorong untuk conform dengan kelompok peers. Peers dapat berguna
sebagai sarana untuk menanamkan kebiasaan baik, menjadi gambaran akan
lingkungan sekitar, dan menghilangkan kebiasaan buruk. Akan tetapi, hubungan
dengan peers juga memiliki dampak buruk, seperti dapat memunculkan kebiasaan
buruk, dan identitas diri akan menghilang karena terlalu berbaur dengan
kelompok.
Pada masa ini
pun seorang remaja akan dihadapi dengan perubahan identitas. Perubahan tersebut
dapat diklasifikasikan pada dasar krisis ataupun komitmennya.
Pada tahap ini,
remaja akan menghadapi permasalahan-permasalahan dalam perkembangan
identitasnya, yaitu (a) identity diffusion; saat remaja belum mengalami krisis
dan belum memiliki komitmen yang dia pegang, (b) identity foreclosure; saat
remaja sudah memiliki komitmen tetapi belum mengalami krisis, (c) identity
moratorium; saat remaja sudah mengalami krisis tetapi belum memiliki komitmen,
dan (d) identity achievement; saat remaja sudah mengalami krisis dan sudah
membuat suatu komitmen.
e. Early
Adulthood
Perkembangan
sosio-emosional masa dewasa yaitu masa pengintegrasian adaptif pengalaman
emosional ke hubungan yang menyenangkan dengan orang lain pada basis
sehari-hari. Hal-hal yang dapat mempengaruhi mudah atau sulitnya seorang
individu untuk mencapai itu, yaitu:
(a) Temperamen; temperamen masa anak-anak
mempengaruhi kepribadian dan penyesuaian saat dewasa, seperti Easy and
difficult temperaments, inhibition, serta kemampuan mengontrol emosi.
(b) Kelekatan; pola kelekatan saat bayi
mempengaruhi gaya kelekatan saat dewasa. Kelekatan tentu akan memiliki
keterkaitan dengan sikap individu, baik dari hasil peniruan individu pada orang
yang lekat dengannya maupun hasil belajar dari kelekatan itu sendiri. Adapun
tipe-tipe kelekatan, yaitu:
Secure adalah
kelekatan dengan hubungan positif dan mudah terbangun
Avoidant
adalah kelekatan yang ragu-ragu dan menjauh
Anxious
adalah kelekatan dengan kepercayaan yang kurang, emosional, posesif, dan keirian.
(c) Ketertarikan; menjadi pengaaruh karena
sesuatu yang menjadi ketertarikan individu menggambarkan dan membangun
kepribadiannya dan juga emosionalnya. Adapun faktor penentu ketertarikan,
yaitu:
Kesamaan dan
keakraban; orang yang memiliki kesamaan lebih menarik karena adanya consensual
validation. Adanya keakraban juga ditentukan oleh lamanya interaksi individu.
Fisik yang
menarik; hal ini dikarenakan fisik merupakan hal akan pertama kali diindera
oleh individu, namun tipe ideal dan fisik yang menarik itu sangat subjektif.
Pada akhirnya orang memilih pasangan dengan matching hypothesis (McNulty,
Karney, & Neff, 2008).
(d)
Intimacy/keintiman; keintiman adalah menemukan dirinya ketika kehilangan
dirinya dalam orang lain, ada komitmen, namun apabila gagal, terjadi isolasi
(Erikson, 1968). Perkembangannya melibatkan penyeimbangan komitmen dan
keakraban serta kebebasan dan kemerdekaan.
(e)
Persahabatan; persahabatan ini juga sangat penting bagi perkembangan. Pandangan
serta pengaruh dari teman sebaya dalam sebuah persahabatan akan membentuk
emosional individu tersebut. Beberapa fungsi dari teman sebaya yaitu untuk
mengajarkan kebudayaan, mengajarkan mobilitas social, membantu peranan social
yang baru, mencapai ketergantungan satu sama lain, mengajarkan morang orang
dewasa, mencapai kebebasan, dan sebagai organisasi sosial.
(f) Perbedaan
gender; di dalamnya terdapat hubungan adan juga persahabatan antara pria dan
wanita. Adanya perbedaan gender akan menentukan peran dan juga ketergantungan
satu dengan yang lainnya, sehingga perkembangan emosional disini akan diasah
dan dibentuk.
Pada tahap ini,
akan banyak sekali pilihan-pilihan hidup yang harus ditentukan sebagai salah
satu bentuk identitas diri. Adapun pilihan-pilihan itu antara lain single
(membujang); yang dapat disebabkan oleh factor internal maupun eksternal,
cohabiting (kumpul kebo); dapat diakibatkan karena tipe pergaulan yang tidak
sehat, married (menikah); merupakan konteks sosio-kultural yang kuat , divorced
(perceraian); dapat disebabkan karena pernikahan dengan taraf hidup yang rendah
ataupun kehamilan sebelum pernikahan, remarried (rujuk); keinginan untuk
menikahi kembali pasangan yang telah dicerai karena mungkin dorongan-dorongan
tertentu, dan gay and lesbian (pernikahan sejenis); yang menjadi kontroversi
seks karena dianggap tidak sesuai dengan norma.
Pada tahap ini,
remaja akan sangat intim dan akan mencoba memulai suatu komunikasi yang lebih
baik. Deborah Tannen(1990) membagi cara berkomunikasi menjadi dua yaitu (a)
rapport talk; membicarakan tentang hubungan, dan (b) report talk; membicarakan
pada hal-hal eksternal seperti kejadian-kejadian.
f. Middle-Late
Adulthood
Masa tua atau
biasa disebut sebagai lansia merupakan masa dimana kedewasaan sudah matang, dan
secara fisik cenderung mengalami penurunan. Akan banyak stereotip yang ada pada
lansia, baik stereotip positif maupun stereotip negatif. Secara universal
terdapat pandangan bahwa seorang lansia dianggap sebagai sumber kebijaksaan dan
kearifan, karena dianggap sudah memiliki berbagai macam pengalaman. Sedangkan
di sisi lain, seorang lansia juga dianggap sebagai orang merepotkan, lemah dan
tidak produktif. Seorang lansia dari etnis minoritas akan menghadapi beban
khusus dan harus mengatasi kemungkinan kesulitan. Dari pandangan negatif seperti
itu, seorang lansia akan menurun pada tingkat sosialnya.
Pada masa ini
terdapat tiga aspek yang mempengaruhi perkembangan individu, yaitu (a)
historical contexts; menekankan pada histori dan hal yang telah terjadi, gender
contexts; gender mengambil peran dalam perkembangan suatu individu, dan
cultural contexts; lingkungan pun dapat mempengaruhi perkembangan individu.
Pada masa ini,
penerimaan akan pada diri ideal dan masa depan akan berkurang, sedangkan
penerimaan terhadap masa lalu akan meningkat. Hal tersebut terjadi karena
kesadaran bahwa seorang individu pada masa ini tidak memiliki banyak waktu
untuk mencapai hal yang masih belum tercapai.