Buku Tamu

=Isikan Buku Tamu Anda=>
SHOUT

Jumat, 22 Maret 2013

Perkembangan sosioemosional


PERKEMBANGAN SOSIOEMOSIONAL
Emosi adalah perasaan atau afek yang terjadi ketika seseorang berada dalam keadaan atau interaksi yang penting, khususnya untuk kesejahteraannya (Santrock, 2011). Keberadaan emosi sangat berarti bagi kehidupan, emosi adalah pewarna dalam hidup yang membuat manusia dapat merasakan kehidupan dengan segala macam afek yang dirsakan oleh dirinya sendiri. emosi itu sendiri berbeda dengan tempramen, perbedaannya adalah bahwa emosi merupakan persaan yang dialami oleh orang itu sendiri, sedangkan tempraen itu lebih pada kecepatan seseorang dalam menunjukkan emosinya.
Beberapa psikolog membagi emosi menjadi dua bentuk, yaitu:
a. Emosi positif; emosi ini menunjukkan pada hal-hal yang positif, seperti bahagia, senang, dan sebagainya.
b. Emosi negatif; emosi ini menunjukkan pada hal-hal yang negative, seperti marah, kesal, dan sebagainya.
Adapun perkembangan sosio-emosional pada tiap-tiap tahapan perkembangan adalah sebagai berikut:
a. Infancy
Pada tahap ini seorang anak belum memiliki kematangan emosi, namun pada tahap ini sebenarnya seorang anak sudah memiliki dasar emosi yang cukup sebagai bekal perkembangannya. Hal tersebut dapat ditinjau dari cara dia menginteraksikan sesuatu dengan tangisan.
Adapun orientasi social yang ditunjukkan pada tahap ini yaitu (a) face to face play (2 sampai 3 bulan) dengan adanya suara, sentuhan, dan gesture, (b) imitasi dan reciprocal play, yaitu dengan adanya cooperative task dan scaffolding.
Selain itu, pada tahap ini juga terdapat social referencing, yang terjadi pada usia 8 sampai9 bulan, pada tahap ini anak akan mulai mencari informasi mngenai perasaan orang lain yang dapat membantu menjelaskan situasi yang kurang meyakinkan. Dengan adanya pencarian informasi terhadap orang lain tersebut, anak akan terus mengembangkan kemampuan emosinya dan juga cara bersosialiasinya.
Kemudian pada usia 10 sampai 11 bulan, anak akan mencoba lebih intens terhadap hal-hal yang disukai dan menarik perhatiannya. Dengan hal itu semua, anak akan dapat mengembangkan kemampuan kasarnya serta membantunya untuk mencari motivasi dan mengeksplorasi lebih dalam lagi.
b. Early Childhood
Pada tahap ini, seorang anak telah mampu merasakan reaksi emosional orang lain dan mampu mengontrol emosi sendiri. anak sudah dapat memahami apa yang dia rasakannya pada situasi tertentu dan jug dapat memahami perasaan yang dirasakan oleh orang lain pada situasi tertentu pula.pada tahap ini, seorang anak pun sudah memiliki  expressing emotions yaitu dengan memiliki harga diri dan perasaan merasa bersalah. Pada tahap ini pun, anak sudah memiliki understanding emotions yang cukup meningkat cepat.
Pada usia 2 sampai 4 tahun, seorang anak sudah mampu mengungkapkan emosinya dengan baik pada situasi yang tepat. Hingga pada usia 4 sampai 5 tahun, anak akan mampu membayangkan emosi, baik yang dirasakan oleh dirinya sendiri maupun yang dirsakan oleh orang lain.
Sedangkan kemampuan meregulasi emosi pada tahap ini akan dilakukan cara, yaitu (1) Emotion-coaching & emotion-dismissing parents; (2) regulation of emotion and peer relations.
Pada tahap ini, anak pun akan menghadapi berbagai tantangan untuk memilih dari pilihan-pilihan dari media yang mulai dikenal oleh anak. Media memang dinilai penting untuk mendapatkan suatu informasi dan pembelajaran, khususnya bagi anak-anak, namun bahaya media pun cukup mengancam karena tidak setiap media berisi hal-hal yang positif.
Pada masa ini anak sudah dapat bergaul dengan teman sebayanya (peers), namun hal itu pun dipengaruhi oleh adanya peranan orang tua, dimulai dari gaya hidup orang tua, serta kelekatan orang tua terhadap anaknya. Selain itu, pada tahap ini seorang anak sudah dapat memahami akan dirinya sendiri dan diri orang lain.
Pada tahap ini juga seorang anak akan mulai mengerti dan memahami tentang gender, mulai dari identitas gender, peran gender, dan tipe gender.
c. Middle-late Childhood
Pada tahap ini, pengertian pada emosional akan sangat meningkat, sehingga anak akan lebih peka, berempati dengan mendalam dan mampu bertenggang rasa, dalam artian ia sudah dapat memahami apa yang dirasakan (emosi) seseorang pada situasi tertentu. Tidak hanya itu, pemahaman anak ini juga meliputi pemahamannya bahwa ada lebih dari satu emosi pada satu situasi, dan anak pun dapat merasakan emosi tersebut.
Selain itu, anak pun mengalami peningkatan kesadaran bahwa suatu peristiwa dapat menghasilkan emosi tertentu, mampu mendorong emosi tertentu. Anak pun mampu meregulasi emosinya dengan menggunakan strategi untuk mengalihkan perasaan.
Adapun strategi anak ada masa ini untuk mengatasi stress, yaitu dengan cara menjauh dari sumber stress itu sendiri, mengubah persepsi terhadap sumber stress, ataupun mengintensifikasi emosi yang ditimbulkan oleh sumber stress.
Pada tahap ini anak sudah memperhatikan statusnya di lingkungan teman sebayanya, dan sudah mulai berpikir tentang rasa malu, harga diri dan lain sebagainya. Adapun status dalam lingkungan peers pada tahap ini yaitu popular children, average children, neglected children, rejected children, dan controversional children.
Dalam perkembangan sosio-emosional juga terdapat proses kognisi yang biasa dikenal sebagai kognisi sosial. Kognisi social adalah studi bagaimana manusia memproses informasi sosial, khususnya encoding, penyimpanan, retrieval dan penerapan pada situasi sosial seperti penafsiran anak agresif terhadap pertemuan dengan orang lain sebagai permusuhan dan persepsi teman sekelasnya terhadap perilakunya sebagai tidak pantas (Prinstein & others, 2009). Sedangkan kognisi sosial anak-anak tentang rekan-rekan mereka menjadi semakin penting untuk memahami peer relationship terjadi pada masa anak-anak tengah dan akhir. Yang menarik adalah cara dimana anak-anak memproses informasi tentang hubungan teman sebaya dan pengetahuan sosial yang telah mereka ketahui.
Menurut Kenneth Dodge (1983) anak-anak melalui lima langkah dalam memproses informasi mengenai dunia sosialnya. Dia menguraikannya sebagai berikut (a) isyarat sosial, (b) menafsirkannya, (c) mencari respon, (d) memilih respon yang optimal dan (e) memainkan peran.
Selain terdapat fungsi dari teman sebaya, teman pun memiliki beberapa fungsi, yaitu companionship, stimulation, physical support, ego support, social comparison, intimacy affection. Fungsi-fungsi teman tersebut sangat membantu seirang individu dalam mengembangkan sosio-emosionalnya.
Akan tetapi, hubungan pada teman sebaya juga tidak selalu akan berjalan seperti yang diinginkan. Seringkali di dalam hubungan tersebut terdapat bullying. Bullying sendiri mempunyai dua komponen utama yaitu tindakan berbahaya yang berulang dan ketidakseimbangan kekuatan. Itu termasuk penyerangan berulang secara fisik, verbal, maupun psikologis atau intimidasi langsung terhadap korban yang tidak dapat membela dirinya secara tepat karena ukuran atau kekuatan, atau karena korban kalah jumlah atau kurang tangguh secara psikologis.
Bullying ini berbeda dengan tindakan agresif, yang membedakannya adalah bahwa tindakan bullying itu sifatnya berulang-ulang, dan terjadi karena ketidak berdayaan dari korban yang dibully.
Pada tahap ini, seorang anak akan semakin spesifik mengenali persoalan gender. Dia akan mengenal stereotip dari gender, klasifikasi peran pada gender, konteks gender, serta perbedaan dan persamaan gender.
d. Adolescence
Pada tahap ini, individu yang sudah remaja akan mengalami banyak peningkatan dan perubahan-perubahan, termasuk di dalamnya pada perkembangan emosionalnya. Hal-hal yang akan dialami pada tahap ini antara lain storm and stress, maturity, self-esteem, narsisme, dan identity.
Pada masa remaja ini, akan banyak sekali pemikiran-pemikiran serta permasalahan yang muncul dan harus dihadapi, kelabilan dari masa ini juga dapat memperburuk keadaan. Akan tetapi, pada masa ini juga seorang remaja dituntut untuk menjadi lebih dewasa, dengan memiliki self-esteem yang tinggi serta pencarian identitas. Hal tersebut dipengaruhi oleh keluarga dan juga oleh teman-teman sebayanya, serta lingkungan luar lainnya seperti budaya, dan juga media.
Remaja akan banyak menemukan banyak masalah, mulai dari kenakalan remaja dengan seringnya melanggar hokum dan melakukan perilaku yang tidak sesuai dengan norma. Ada pula depresi yang biasa terjadi pada usia 15 tahun, yang diakibatkan oleh banyak faktor diantaranya kondisi keluarga, ekonomi, konflik dan lain sebagainya. Selain itu, pada tahap ini juga remaja memiliki kemungkinan besar untuk melakukan bunuh, karena masalah yang dihadapi kadang tidak sesuai dengan kedewasaan dan kemampuan yang dimiliki.
Pada masa ini hubungan dengan kelompok menjadi lebih kecil dan lebih intim lagi. Seperti teori Erikson, pada tahap ini individu akan menginginkan suatu keintiman dalam berhubungan. Hubungan keintiman ini pun terdapat pilihan, hubungan yang dijalin dapat dengan orang yang seumuran, yang lebih muda, ataupun yang lebih tua.
Pada tahap ini, peers atau teman sebaya memiliki pengaruh yang semakin kuat, individu akan semakin didorong untuk conform dengan kelompok peers. Peers dapat berguna sebagai sarana untuk menanamkan kebiasaan baik, menjadi gambaran akan lingkungan sekitar, dan menghilangkan kebiasaan buruk. Akan tetapi, hubungan dengan peers juga memiliki dampak buruk, seperti dapat memunculkan kebiasaan buruk, dan identitas diri akan menghilang karena terlalu berbaur dengan kelompok.
Pada masa ini pun seorang remaja akan dihadapi dengan perubahan identitas. Perubahan tersebut dapat diklasifikasikan pada dasar krisis ataupun komitmennya.
Pada tahap ini, remaja akan menghadapi permasalahan-permasalahan dalam perkembangan identitasnya, yaitu (a) identity diffusion; saat remaja belum mengalami krisis dan belum memiliki komitmen yang dia pegang, (b) identity foreclosure; saat remaja sudah memiliki komitmen tetapi belum mengalami krisis, (c) identity moratorium; saat remaja sudah mengalami krisis tetapi belum memiliki komitmen, dan (d) identity achievement; saat remaja sudah mengalami krisis dan sudah membuat suatu komitmen.
e. Early Adulthood
Perkembangan sosio-emosional masa dewasa yaitu masa pengintegrasian adaptif pengalaman emosional ke hubungan yang menyenangkan dengan orang lain pada basis sehari-hari. Hal-hal yang dapat mempengaruhi mudah atau sulitnya seorang individu untuk mencapai itu, yaitu:
 (a) Temperamen; temperamen masa anak-anak mempengaruhi kepribadian dan penyesuaian saat dewasa, seperti Easy and difficult temperaments, inhibition, serta kemampuan mengontrol emosi.
 (b) Kelekatan; pola kelekatan saat bayi mempengaruhi gaya kelekatan saat dewasa. Kelekatan tentu akan memiliki keterkaitan dengan sikap individu, baik dari hasil peniruan individu pada orang yang lekat dengannya maupun hasil belajar dari kelekatan itu sendiri. Adapun tipe-tipe kelekatan, yaitu:
 Secure adalah kelekatan dengan hubungan positif dan mudah terbangun
 Avoidant adalah kelekatan yang ragu-ragu dan menjauh
 Anxious adalah kelekatan dengan kepercayaan yang kurang, emosional, posesif, dan keirian.
(c)  Ketertarikan; menjadi pengaaruh karena sesuatu yang menjadi ketertarikan individu menggambarkan dan membangun kepribadiannya dan juga emosionalnya. Adapun faktor penentu ketertarikan, yaitu:
 Kesamaan dan keakraban; orang yang memiliki kesamaan lebih menarik karena adanya consensual validation. Adanya keakraban juga ditentukan oleh lamanya interaksi individu.
 Fisik yang menarik; hal ini dikarenakan fisik merupakan hal akan pertama kali diindera oleh individu, namun tipe ideal dan fisik yang menarik itu sangat subjektif. Pada akhirnya orang memilih pasangan dengan matching hypothesis (McNulty, Karney, & Neff, 2008).
(d) Intimacy/keintiman; keintiman adalah menemukan dirinya ketika kehilangan dirinya dalam orang lain, ada komitmen, namun apabila gagal, terjadi isolasi (Erikson, 1968). Perkembangannya melibatkan penyeimbangan komitmen dan keakraban serta kebebasan dan kemerdekaan.
(e) Persahabatan; persahabatan ini juga sangat penting bagi perkembangan. Pandangan serta pengaruh dari teman sebaya dalam sebuah persahabatan akan membentuk emosional individu tersebut. Beberapa fungsi dari teman sebaya yaitu untuk mengajarkan kebudayaan, mengajarkan mobilitas social, membantu peranan social yang baru, mencapai ketergantungan satu sama lain, mengajarkan morang orang dewasa, mencapai kebebasan, dan sebagai organisasi sosial.
(f) Perbedaan gender; di dalamnya terdapat hubungan adan juga persahabatan antara pria dan wanita. Adanya perbedaan gender akan menentukan peran dan juga ketergantungan satu dengan yang lainnya, sehingga perkembangan emosional disini akan diasah dan dibentuk.
Pada tahap ini, akan banyak sekali pilihan-pilihan hidup yang harus ditentukan sebagai salah satu bentuk identitas diri. Adapun pilihan-pilihan itu antara lain single (membujang); yang dapat disebabkan oleh factor internal maupun eksternal, cohabiting (kumpul kebo); dapat diakibatkan karena tipe pergaulan yang tidak sehat, married (menikah); merupakan konteks sosio-kultural yang kuat , divorced (perceraian); dapat disebabkan karena pernikahan dengan taraf hidup yang rendah ataupun kehamilan sebelum pernikahan, remarried (rujuk); keinginan untuk menikahi kembali pasangan yang telah dicerai karena mungkin dorongan-dorongan tertentu, dan gay and lesbian (pernikahan sejenis); yang menjadi kontroversi seks karena dianggap tidak sesuai dengan norma.
Pada tahap ini, remaja akan sangat intim dan akan mencoba memulai suatu komunikasi yang lebih baik. Deborah Tannen(1990) membagi cara berkomunikasi menjadi dua yaitu (a) rapport talk; membicarakan tentang hubungan, dan (b) report talk; membicarakan pada hal-hal eksternal seperti kejadian-kejadian.
f. Middle-Late Adulthood
Masa tua atau biasa disebut sebagai lansia merupakan masa dimana kedewasaan sudah matang, dan secara fisik cenderung mengalami penurunan. Akan banyak stereotip yang ada pada lansia, baik stereotip positif maupun stereotip negatif. Secara universal terdapat pandangan bahwa seorang lansia dianggap sebagai sumber kebijaksaan dan kearifan, karena dianggap sudah memiliki berbagai macam pengalaman. Sedangkan di sisi lain, seorang lansia juga dianggap sebagai orang merepotkan, lemah dan tidak produktif. Seorang lansia dari etnis minoritas akan menghadapi beban khusus dan harus mengatasi kemungkinan kesulitan. Dari pandangan negatif seperti itu, seorang lansia akan menurun pada tingkat sosialnya.
Pada masa ini terdapat tiga aspek yang mempengaruhi perkembangan individu, yaitu (a) historical contexts; menekankan pada histori dan hal yang telah terjadi, gender contexts; gender mengambil peran dalam perkembangan suatu individu, dan cultural contexts; lingkungan pun dapat mempengaruhi perkembangan individu.
Pada masa ini, penerimaan akan pada diri ideal dan masa depan akan berkurang, sedangkan penerimaan terhadap masa lalu akan meningkat. Hal tersebut terjadi karena kesadaran bahwa seorang individu pada masa ini tidak memiliki banyak waktu untuk mencapai hal yang masih belum tercapai.